MY EVERYTHING

MY EVERYTHING
Tag : Lee Donghae, Super Junior

Aku berlari menyusuri koridor rumah sakit secepat yang bisa kuusahakan. Tapi semakin kupacu, kakiku terasa semakin lambat. Sementara itu, Kibum dan Kyuhyun berlari di belakangku. Mereka berusaha mengimbangi langkahku. Ku pacu lebih cepat lagi langkah kakiku. Rasa sakit yang menyeruak di dadaku tak ku hiraukan. Yang aku tahu aku harus segera sampai ke tempat tujuanku.

*****

1 jam yang lalu.....

Aku sedang berlatih dance di studio SM bersama-sama dengan member Super Junior yang lain. Besok kami harus tampil di acara tahunan dream consert dan hari ini latihan kami yang terakhir untuk acara itu.
Tiba-tiba menejer Lee yang sedari tadi mengawasi kami memanggilku.
“Donghae ah, ada telepon untukmu,” ujarnya sembari mengulurkan ponselku yang dipegangnya.
Aku segera menghampirinya dan mengambil ponsel yang diulurkannya padaku. “Gamsahamnida,” ujarku pada menejer lee.
“Yoboseyo,” sapaku saat kutempelkan ponsel itu di telingaku. Suara Jun Pyo hyung, kakaknya Ara, menyambutku dari seberang.
“Hyung, ada apa menelponku malam-malam begini? Kau kangen padaku ya? Atau Ara yang memintamu melakukan ini? Karena dia malu mengatakan kalau dia merindukanku sehingga dia memintamu yang melakukan ini untuknya?” candaku.
Aku dan Jun Pyo hyung memang suka sekali menggoda Ara. Terlebih saat dia gengsian untuk mengungkapkan perasaanya secara terbuka terhadapku.
“Donghae ah, dengarkan aku!” Suara Jun Pyo hyung terdengar sangat serius. Aku sedikit terkejut mendengar nada bicaranya. Tidak biasanya dia berbicara dengan nada seperti itu. Biasanya calon iparku ini suka sekali kalau diajak menggoda adik kesayangannya itu.
“Hyung ada apa?” tanyaku, mengubah nada bicaraku sedikit lebih serius karena sepertinya Jun Pyo hyung sedang tidak berniat untuk bercanda.
“Apa kau bisa ke rumah sakit sekarang juga?” tanyanya padaku.
“Ada apa sebenarnya, hyung?” Kini aku mulai cemas karena dia menyebut-nyebut rumah sakit .
“Donghae ah,” Jun Pyo hyung menghela napas panjang, “Ara... Dia mengalami kecelakaan. Sekarang dia dirawat di Hangyang University Hospital. Aku harap kau bisa ke sini secepatnya.”
Kepalaku serasa dihantam benda keras mendengar ucapan Jun Pyo hyung barusan.
“Ara kecelakaan? Bagaimana keadaannya sekarang?” tanyaku panik.
“Aku tak bisa menjelaskannya lewat telepon. Apa kau bisa ke sini sekarang?”
“Ya,” jawabku cepat.
“Usahakan secepatnya!” Jun Pyo hyung mengakhiri pembicaraan kami.
Aku termangu di tempatku berdiri dengan ponsel masih menempel di telingaku. Otakku masih mencoba mencerna kata-kata Jun Pyo hyung barusan. Perlahan-lahan akhirnya aku mulai mengerti. Ara, satu-satunya gadis yang berhasil mengisi relung hatiku selama tujuh tahun ini mengalami kecelakaan. Tapi bagaimana mungkin bisa terjadi? Baru sekitar satu jam yang lalu aku menelponnya. Mendengar suara tawanya yang ceria. Tapi sekarang entah bagaimana keadaannya.
“Hyung, ada apa?” tiba-tiba Kibum sudah berada di sampingku, menyadarkanku.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bergegas mengemasi barang-barangku. Pikiranku juga masih linglung.
“Donghae ah, ada apa?” Leeteuk hyung mengulangi pertanyaan Kibum.
Setelah mamasukkan semua barang-barangku ke dalam tas, akhirnya aku berbalik menghadapi mereka. Semua member kini sedang menatap kepadaku dengan rasa ingin tahu.
“Ara mengalami kecelakaan,” ujarku dengan suara tercekat. “Aku harus ke rumah sakit sekarang juga!”
Semua member sangat terkejut mendengar jawabanku.
“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Eunhyuk prihatin.
Aku menggeleng lemah. “Aku tidak tahu bagaimana persisnya.”
“Aku pergi...” Aku membalikkan badanku untuk meninggalkan mereka.
“Hyung,” panggil seseorang ketika aku sampai di ambang pintu. Ku balikkan lagi badanku dan ternyata Kibum yang memanggilku.
“Aku ikut. Kau tak boleh nyetir dalam kondisi panik seperti ini,”ujarnya lagi.
Aku mengangguk mengiyakan permintaannya.
“Aku juga,” kali ini si bungsu Kyuhyun juga ikut bersuara.

*****

Kembali ke masa sekarang....

Akhirnya aku sampai di depan ruang ICCU. Di sana sudah ada Paman dan Bibi Goo, orang tuanya Ara. Mereka terduduk lemas di kursi ruang tunggu, saling bersandar satu sama lain. Di wajah mereka tersirat kesedihan yang bercampur kecemasan yang amat sangat.
Jun Pyo hyung yang sedari tadi berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang ICCU langsung menghampiriku saat melihat kedatanganku.
“Bagaimana keadaannya?” tanyaku masih dengan napas ngos-ngosan.
“Kami belum tahu. Dokter masih memeriksanya,” jawabnya.
Tiba-tiba seorang dokter ke luar dari ruang ICCU. Paman dan Bibi Goo yang sedari tadi duduk saling bersandar, langsung berdiri. Aku, Jun Pyo hyung, Kibum dan Kyuhyun juga ikut mengerubungi dokter itu.
“Bagaimana keadaan putri kami, Dok?” ujar Paman Goo penuh harap.
“Saya harap semuanya bisa tenang. Kecelakaan yang dialami pasien sangat serius. Kecelakaan itu menghancurkan kaki kirinya. Dan tidak ada pilihan lain.... kakinya harus diamputasi,” ujar dokter itu.
Bibi Goo tak mampu lagi membendung air matanya. Seketika tangisnya pecah mendengar kondisi putri kesayangannya saat ini. Dia menangis tersedu-sedu dalam pelukan suaminya.
Sementara aku hanya berdiri kaku di tempatku. Aku tak mampu mempercayai apa yang baru saja ku dengar. Kakiku serasa tak mampu lagi menopang tubuhku agar tetap berdiri tegak. Untung ada Kibum dan Kyuhyun memegangiku dari belakang.
Hatiku benar-benar sakit membayangkan orang yang sangat aku cintai harus melalui sisa hidupnya hanya dengan satu kaki. Penderitaan seperti apa yang akan dia rasakan setiap harinya. Terlebih dia takkan bisa menari lagi. Sementara balet adalah hidupnya. Bagaimana dia bisa melewati semua ini? Bagaimana dengan impiannya? ‘Ya Tuhan, ini akan sangat menyakitkan baginya,” jeritku dalam hati.
“Operasi ini harus dilakukan sesegera mungkin,” dokter menjelaskan lagi. “Pasien saat ini masih dalam kondisi kritis. Kalau ditunda-tunda kakinya akan membusuk. Dan ini akan lebih membahayakan nyawanya.”
Seketika aku langsung maju ke hadapan dokter dan menggenggam tangannya. “Dok, pasti ada cara lain untuk menolongnya kan? Tidak harus dengan amputasikan, Dok? Dia seorang penari. Mana mungkin hanya dengan sebelah kaki, Dok.”
Dokter menggelengkan kepalanya. “Ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawanya. Jangan terlalu lama mengambil keputusan.”
Dokter itu kembali masuk ke ruang ICCU. Kini aku benar-benar kehilangan semua kekuatanku. Pertahanan yang kubangun sejak tadipun akhirnya runtuh. Dan tanpa ku sadari setetes air mata jatuh dipipiku. Aku mengerang, mencoba menghilangkan rasa sakit di dadaku. Tapi rasa sakit itu malah bertambah parah sekarang.
Kibum dan Kyuhyun yang dari tadi berdiri tak jauh dariku, menghampiriku. “Hyung duduklah dulu,” ujar Kyuhyun sembari membawaku ke kursi yang ada di dekat kami berdiri. Aku benar-benar kacau sekarang.
“Hyung, kau harus tegar. Kau tidak boleh ikut-ikutan menjadi lemah. Kalau kau lemah siapa yang akan menopang Ara nantinya? Siapa yang akan menjadi tempat bersandarnya?” ujar Kibum bijak. Anak ini jarang sekali berbicara, tapi kalau sudah bicara setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti mutiara.
Jun Pyo hyung memelukku, menepuk-nepuk punggungku, mencoba memberikan ketenangan padaku, walaupun hatinya sendiri pasti sedang sangat hancur mengingat kondisi adik yang sangat disayanginya saat ini.
“Kau harus lebih tabah Donghae ah. Mulai hari ini kaulah yang akan menjadi penopang bagi Ara. Jadi kau harus lebih kuat. Jangan membuat Ara menjadi lebih hancur karena harus melihatmu seperti ini,” ujarnya di telingaku.
Apa yang dikatakan Kibum dan Jun Pyo hyung benar. Aku harus kuat! Ara butuh penopang yang kuat untuk hidupnya di masa mendatang. Pikiran ini berhasil membuatku sedikit lebih tegar.
*****
Satu minggu sudah Ara terbaring di ruang ICCU dan tak sadarkan diri. Operasi sudah dilakukan sesuai dengan saran dokter. Semua berjalan dengan lancar. Sekarang kami hanya bisa menunggunya sadar untuk melihat bagaimana reaksinya nanti. Dan tak seorang pun yang berani membayangkan reaksi seperti apa yang akan diberikan Ara ketika mengetahui bahwa kaki kirinya sudah tak ada. Ini akan menjadi sangat sulit, pikirku.
Aku sengaja meminta izin kepada menejer untuk tidak mengikuti semua jadwal manggung super junior sejak malam Ara kecelakaan. Aku ingin selalu berada di sisinya. Aku tak mau meninggalkannya sendirian.
Aku tercenung memandangi wajah gadis yang sangat aku cintai, yang sekarang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Matanya yang biasanya berbinar indah, kini tertutup rapat. Bibirnya yang selalu membentuk senyum indah untukku, kini diam tak bergerak. Wajahnya yang selalu merona kemerahan, kini begitu pucat. Begitu banyak kabel-kabel alat bantu yang dipasangkan ke tubuhnya. Namun bagiku dia tetap gadis tercantik yang memiliki jiwa terindah yang pernah ku kenal.

*****
Tujuh tahun yang lalu....

Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru. Seperti biasa, kegiatan sekolah dibuka dengan upacara penyambutan para siswa baru. Dan ini adalah kali pertama aku melihatnya.
Dia berdiri di barisan paling depan di antara murid-murid baru. Dia begitu menonjol di antara yang lainnya. Wajahnya sangat cantik dan lembut. Sikap tubuhnya penuh dengan keanggunan. Pribadinya yang menyenangkan membuatnya sangat mudah untuk disukai oleh teman-temannya.
Ara adalah juniorku saat aku masih bersekolah di Sun Hwa Arts Senior High School, sebuah sekolah khusus seni yang terdapat di kota Seoul. Aku sudah menyukainya sejak pertama aku melihatnya. Tapi dia begitu sulit untuk didekati. Dia sedikit tertutup dengan makhluk yang berjenis kelamin laki-laki. Selain itu sikapnya yang begitu anggun dan bijaksana membuatku tak percaya diri untuk mendekatinya. Aku tidak yakin dia akan menyukai seorang yang childish seperti aku.
Waktu pun berlalu dengan cepat. Sekarang aku sudah duduk di kelas tiga, sementara Ara di kelas dua. Tapi sampai saat ini aku masih saja hanya berani memandanginya dari kejauhan.
Ara mengambil jurusan khusus clasical ballet di sekolah kami, sementara aku mengambil jurusan khusus modern dance. Azzura sangat menyukai balet dan impian terbesarnya adalah menjadi seorang penari balet profesional. Gerakan tarinya sangat indah. Aku sering melihatnya latihan secara diam-diam. Ini sangat mudah bagiku karena studio latihan jurusan modern dance dan clasical ballet terletak bersebelahan.
Suatu hari aku sedang latihan dance sendirian di studio. Saat itu perhatianku sedang benar-benar tercurah pada gerakan-gerakan rumit yang coba kuciptakan sampai-sampai aku tak menyadari kehadiran seseorang di ruangan itu. Aku baru menyadarinya ketika latihanku usai dan ada yang bertepuk tangan dari arah belakangku.
Aku membalikkan tubuhku, mencari asal suara dan Ara ada di sana.
“Tarian Sunbaenim sangat bagus,” ujarnya tersenyum padaku.
Ini kali pertama aku melihatnya tersenyum langsung padaku dalam jarak yang relatif dekat. Ternyata aku telah salah mengapresiasikan dirinya selama ini. Dia jauh lebih cantik dari yang telah ku lihat setahun belakangan ini. Seketika aku menjadi begitu gugup dan tak bisa berkata apa-apa.
“Aku sering memperhatikan dari luar saat Sunbaenim sedang berlatih. Gerakan-gerakan yang Sunbaenim ciptakan sangat berenergi dan bersemangat. Aku sangat menyukainya,” ujarnya lagi masih tetap tersenyum kepadaku.
“Kau sering memperhatikanku latihan?” tanyaku tak percaya. Dan dia mengangguk mengiyakan.
“Apa kau mengenalku?” tanyaku lagi masih dengan nada tak percaya.
Dia tertawa mendengar pertanyaanku. “ Bagaimana mungkin aku tidak mengenal Sunbaenim? Sunbaenim sangat terkenal di kalangan para cewek di sekolah kita. Aku sering sekali mendengar nama Sunbaenim disebut-sebut oleh teman-temanku saat mereka sedang menggosip.”
“Perkenalkan namaku Ara,” tiba-tiba dia mengulurkan tangannya. Aku membalas uluran tangannya dengan kikuk.
“Lee... Donghae,” ujarku terbata.
“Maukah Sunbaenim mengajariku ngedance?”
“Kau mau belajar dance?” ujarku, surprise saat mendengar permintaannya. “Bukankah kau menyukai balet? Kau tidak berniat untuk ke luar dari balet dan pindah jurusan kan?”
“Sunbaenim tahu kalau aku sangat menyukai balet???” Matanya membesar karena terkejut. Membuatnya terlihat lucu.
“Ah... aniyo!!! Aku hanya pernah melihatmu latihan dan gerakanmu sangat indah. Ku pikir tidak mungkin kau bisa menari seindah itu kalau tidak sangat menyukainya,” ujarku mengelak, mencoba menutupi kenyataan bahwa aku sering memperhatikannya.
“Analisa Sunbaenim tepat sekali. Aku sangat menyukai balet, tapi bukan berarti aku tidak boleh belajar tarian yang lain kan?”
“Kau serius mau belajar?” tanyaku lagi.
Dia mengangguk bersemangat.
“Kalau begitu datanglah kemari setiap kali kau punya waktu luang.”
Singkat kata, sejak hari itu kami semakin dekat. Awalnya hanya menari kegiatan yang kami lakukan bersama. Lama-lama kami sering menghabiskan waktu berdua.
Setelah enam bulan hubungan kami menjadi begitu dekat. Aku memberanikan diri untuk mengatakan perasaanku terhadapnya. Dan tak di sangka-sangka ternyata Ara memiliki perasaan yang sama terhadapku. Ternyata dia juga sudah menyukaiku sejak pertama kali dia melihatku.
Selanjutnya Ara menjadi bagian penting dalam hidupku. Dia selalu ada di sisiku, disetiap moment penting dalam hidupku. Dia yang begitu mendukungku untuk mengikuti audisi yang diadakan SM Entertainment sampai akhirnya aku menjadi seperti sekarang.
Ara juga setia berada di sisiku disaat terhancur dalam hidupku yaitu ketika Appa (ayah) yang begitu aku cintai meninggalkanku untuk selama-lamanya. Dia begitu sabar mendampingiku. Tak sekejap pun dia membiarkan aku sendirian dalam keterpurukanku. Sampai-sampai saat itu dia membatalkan keberangkatannya ke Canada untuk mengikuti sebuah kompetisi balet internasional. Kompetisi yang sudah menjadi impiannya sejak lama.
“Aku akan punya kesempatan yang jauh lebih baik suatu saat nanti. Saat ini yang terpenting dalam hidupku adalah tetap berada di samping Oppa,” ujarnya saat mencoba meyakinkanku bahwa keputusannya itu adalah yang terbaik untuk saat itu. Dan dia membuktikan ucapannya. Beberapa bulan berikutnya dia berhasil memenangkan kompetisi balet terbesar tingkat dunia di Jerman. Saat menerima trofi kemenangan dia menyebutkan namaku di urutan pertama dalam pidato kemenangannya dan dia mempersembahkan kemenangan itu sebagai kado ulang tahun terindah untukku.
Begitu besar cinta yang Ara berikan untukku, hingga aku merasa sudah memiliki semua cinta yang ada di dunia ini. Dan aku pun mencintainya begitu dalam. Memberikan seluruh kebahagiaan yang aku miliki dalam hidupku kepadanya menjadi impian terbesar dalam hudupku.
*****
Kembali ke masa sekarang...

Pagi ini aku kembali ke dorm Suju. Hanya untuk membersihkan badan dan berganti pakaian. Setelah itu aku langsung kembali lagi ke rumah sakit yang terletak di Haenghang-dong District itu. Aku tak mau ketika Ara sadar aku tak berada di sampingnya.
Saat aku sampai di depan kamar tempat Ara di rawat, aku mendengar kegaduhan dari dalam kamar. Ada suara yang begitu aku kenal. Suara yang selalu memberikan kebahagiaan tersendiri bagiku saat aku mendengarnya. Ya...itu suara Ara. “Dia sudah sadar sekarang,” pikirku. Tapi suaranya sekarang terdengar begitu memilukan bagiku. Ara sedang menangis.
Menyadari apa yang sedang terjadi, aku semakin mempercepat langkahku. Tanpa pikir panjang ku putar knop pintu dan ku dorong daun pintu hingga terbuka.
Di dalam aku melihat Paman dan Bibi Goo serta Jun Pyo hyung sedang berkutat mencoba menenangkan Ara yang menangis histeris. Tak seorang pun menyadari kehadiranku sampai aku bersuara.
“Ara....” Ucapanku menggantung, karena saat itu aku memang tak tahu harus mengatakan apa lagi. Tapi suaraku mampu membuat semua orang yang ada di ruangan ini menyadari kehadiranku.
Seketika semua orang yang ada di ruangan itu terdiam, termasuk Ara. Aku melangkahkan kakiku untuk mendekatinya. Aku ingin sekali memeluknya. Menyandarkan semua kepedihannya saat ini di dadaku. Tapi baru beberapa langkah aku berjalan, “ANDWE!!!” Ara menjerit histeris. Melarangku untuk mendekatinya.
“ANDWE! JANGAN MENDEKATIKU!” teriaknya sekali lagi.
Teriakannya itu membuat langkahku terhenti. Aku tak percaya dengan reaksi yang diberikan Ara. Aku benar-benar tak menyangka dia akan bersikap seperti ini terhadapku.
“Ara...ini aku. Donghae Oppamu,” ujarku mencoba menenangkannya sembari kembali melangkahkan kakiku untuk mendekatinya.
“ANDWE!!!” teriaknya lagi dan jauh lebih memilukan dari yang tadi. Ara mencoba menjauhkan dirinya sejauh mungkin dariku sampai dia terjatuh ke lantai.
Seketika aku dan semua orang yang berada di ruangan itu tersentak kaget. Aku segera berlari ke arahnya untuk memeriksa apakah dia terluka dan mencoba untuk membantunya kembali ke tempat tidur. Tapi tangis Ara semakin menjadi ketika aku mencoba mengangkatnya. Dia menepiskan tanganku dan mendorong tubuhku agar berada sejauh mungkin darinya.
“Ara biarkan oppa membantumu naik ke tempat tidur,” bujukku.
“Andwe... Jangan mendekat padaku Oppa. Aku bukan Ara yang dulu lagi. Ara yang begitu sempurna di mata Oppa. Ara yang membuat Oppa bangga karena tariannya kini sudah mati. Ara yang sekarang adalah Ara yang cacat. Ara yang tak pantas di sandingkan dengan seorang Lee Donghae.” Ucapan Ara seperi sebilah pedang menancap tepat di jantungku.
“Tidak Ara. Ara yang dulu ataupun Ara yang sekarang adalah orang yang sama. Tetap gadis yang paling Oppa cintai dalam hidup Oppa. Tetap gadis yang oppa inginkan selalu berada di sisi Oppa,” ujarku terus berusaha meyakinkannya.
Aku kembali mencoba mengangkat tubuhnya. Tapi dia kembali menepiskan tanganku dan mendorongku sejauh mungkin darinya.
“Tidak Oppa. Oppa harus melupakanku. Oppa harus berhenti mencintaiku. Aku bukan gadis yang pantas untuk Oppa. Oppa harus dapatkan yang terbaik. Dan yang jelas gadis itu bukan gadis cacat seperti aku,” tangisnya memilukan.
Sekujur tubuhku serasa kaku mendengar ucapannya. Dia menginginkan aku untuk berhenti mencintainya. Aku sungguh tak percaya dengan apa yang ku dengar. Bagaimana mungkin dia meminta hal seperti itu dariku? Sementara dia tahu persis seberapa besar aku telah mencintainya selama tujuh tahun ini. Kini aku hanya bisa terduduk lemas di lantai. Sementara itu, tak jauh dari tempatku berada Ara menangis tertelungkup di lantai.
“Sebaiknya kau keluar dulu. Tunggu sampai Ara tenang. Saat ini dia masih shock. Kita tak bisa terlalu memaksanya sekarang,” ujar Jun Pyo hyung sambil membantuku berdiri.
“Eunhyuk, Kyuhyun, tolong bawa Donghae keluar dulu,” ujarnya kepada Eunhyuk dan Kyuhyun yang entah sejak kapan sudah berada di ruangan ini.
Tanpa menjawab Eunhyuk dan Kyuhyun langsung menggantikan Jun Pyo hyung memegangiku dan mereka menuntunku berjalan ke luar dari kamar itu. Aku sudah tak punya pilihan lain lagi selain mengikuti mereka. Saat ini aku sudah tak punya cukup tenaga lagi untuk melawan. Reaksi Ara tadi sudah melemahkan semua sistem sarafku. Yang tertinggal sekarang hanyalah rasa sakit yang menusuk-nusuk di dadaku.

*****

Sejak hari itu, tak sekalipun aku berhasil menemui Ara. Kalau aku memaksa, dia akan menangis histeris seperti saat itu. Bahkan sampai sekarang, saat Ara sudah diperbolehkan pulang, dia tetap menolak menemuiku. Berbagai cara sudah coba ku lakukan, tapi semuanya sia-sia.
Hari ini aku bermaksud untuk kembali mencoba menemui Ara di rumahnya. Walau berkali-kali usahaku gagal, tapi aku menolak untuk menyerah. Yang aku tahu, aku harus membuat Ara mengerti bahwa dia orang yang paling aku inginkan dan paling pantas berada di sisiku selamanya. Tak peduli apapun kondisinya. Aku ingin meyakinkannya bahwa tak ada hal apapun di dunia ini yang dapat membuatku berhenti untuk mencintainya.
Bibi Goo yang menyambut kedatanganku dan dia mempersilahkanku masuk.
“Bagaimana keadaan Ara, Ahjumah?” tanyaku sopan.
Bibi Goo memperlihatkan ekspresi seperti ingin meminta maaf padaku. “Donghae ah, Ara sudah tidak ada di sini lagi.”
Aku tersentak mendengar ucapannya. Apa sebenarnya yang dia maksud dengan Ara sudah tak ada di rumah mereka lagi?
“Apa maksud Ahjumah?” tanyaku tak yakin dengan ucapannya tadi.
“Sejak kemarin Ara sudah pindah dan tidak tinggal di rumah ini lagi?” ujarnya sedih.
“Tapi dia pindah ke mana? Bukankah dalam kondisi sekarang ini seharusnya dia harus tinggal bersama keluarganya?” ujarku semakin tak mengerti.
Bibi Goo hanya diam menanggapi pertanyaanku. Sepertinya dia tak tahu lagi harus mengatakan apa padaku.
Perlahan aku mengerti apa maksud perkataan Bibi Goo tadi.
“Maksud Ahjumah, Ara pergi untuk menghindariku? Agar aku tak menemukannya?” Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.
“Ara meninggalkan surat ini untukmu.”
Bibi Goo menyerahkan sepucuk surat padaku. Dan aku langsung membukanya.

Donghae Oppa....
Mian (maaf) aku harus melakukan ini padamu. Tidak ada niatku untuk menyakiti hati Oppa. Tapi percayalah, ini yang terbaik untukku dan terutama untuk Oppa. Aku tak mau menjadi sumber penderitaan bagi Oppa. Aku tahu kondisiku saat ini sangat melukai perasaan Oppa. Karena itulah aku mengambil keputusan ini.
Aku sama sekali tak meragukan perasaan Oppa terhadapku. Tapi aku yakin keberadaanku akan sangat menyulitkan Oppa untuk ke depannya. Aku tak mau jadi beban bagi Oppa. Karena itu jalan ini adalah yang terbaik.
Aku berharap Oppa segera melupakanku. Oppa layak mendapatkan gadis yang sempurna. Gadis yang dapat menjadi kebanggaan bagi Oppa untuk mencintainya.
Mian jika aku harus memilih jalan seperti ini untuk mencintai Oppa. Aku harap Oppa dapat mengerti.
Ara

Aku terpaku menatap surat yang ditulis Ara untukku. Tak pernah terlintas di benakku Ara akan menggunakan cara ini untuk memaksaku melupakannya. Pikiranku benar-benar kacau sekarang. Rasa sakit di hatiku menjadi-jadi. Aku sungguh tak menyangka bahwa aku akan kehilangan gadis yang sangat aku cintai dengan cara seperti ini.
Aku menatap penuh harap pada bibi Goo.
“Mian Donghae ah, aku tak dapat memberitahukan kepadamu ke mana Ara pergi,” ujarnya menjawab pertanyaan yang tak terungkapkan dari mulutku.
“Aku mengerti, Ahjumah. Mungkin Ara butuh waktu untuk berfikir. Tolong katakan padanya aku akan menunggunya,” ujarku sembari berpamitan.
*****
Tiga bulan sudah berlalu sejak kepergian Ara. Sejak saat itu tak sekalipun aku bertemu dengannya. Tapi hal ini sama sekali tak melunturkan perasaanku terhadapnya. Aku tetap mencintainya seperti dulu, bahkan lebih besar. Tak sekalipun pula aku menyerah untuk mencarinya. Aku yakin suatu saat akan menemukannya karena hatiku akan menuntunku kepadanya.
Akhir-akhir ini hari-hariku sangat melelahkan. Rangkaian Tour Super Show Consert akan segera dimulai. Semua member berlatih keras untuk memberikan penampilan yang terbaik bagi para fans.
Malam ini kami baru kembali ke dorm sekitar jam dua pagi. Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa di ruang tamu. Sementara Kibum langsung menyalakan komputernya karena harus mengirimkan tugas kuliahnya yang sudah deadline kepada dosennya. Leeteuk hyung, Heechul hyung, Kangin hyung, Shindong hyung, Yesung hyung, Sungmin hyung, Hangeng hyung, Eunhyuk, Siwon, dan Ryewook ikut-ikutan tiduran di permadani. Dan si bungsu Kyuhyun, seperti biasa, langsung sibuk dengan PSP-nya.
“Donghae ah, bagaimana, apa kau sudah dapat kabar tentang Ara?” tanya Heechul hyung padaku tiba-tiba.
Pertanyaan Heechul hyung membuatku sangat terkejut. Biasanya dia yang paling berhati-hati menyebut nama Ara di hadapanku.
“Ah... anni, hyung. Aku belum dapat kabar apapun tentangnya,” jawabku tergagap.
“Jangan menyerah Donghae ah. Kau harus membawanya kembali, Ok. Aishh...aku jadi merindukannya sekarang!” keluh Heechul hyung.
“Benar Donghae ah, kau jangan menyerah. Sudah lama sekali aku tak menyanyikan sebuah lagu untuknya. Biasanya dia selalu memintaku.” Yesung hyung ikut berkomentar.
Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan mereka. Aku tahu semua member merindukannya. Ara begitu dekat dengan mereka. Bagi mereka, Ara adalah adik dan teman mereka. Mendengar antusiasme mereka dalam menemukan Ara membuatku semakin merindukan kehadiran gadis itu di sisiku lagi.
Aku tak mau kelemahan hatiku terlihat oleh mereka. Akhirnya aku pamit ke kamarku untuk menyembunyikan raut sedih di wajahku dari mereka semua.
Di kamar aku membaringkan tubuhku di ranjang. Berusaha mengangkat beban berat yang menghimpit di dadaku. Ku ambil foto Ara yang selalu terpajang di meja, di samping tempat tidurku. Kemudian ku tatap lekat-lekat.
Tak terasa setetes air mataku mengalir tanpa disadari. Kerinduanku padanya begitu besar hingga rasanya aku sudah tak sanggup lagi untuk menahannya. Selama ini kesibukanlah yang sedikit mengalihkan perhatianku. Namun apabila tiba saatnya beristirahat seperti ini, tak sekali pun aku mampu menepis bayangannya dari pikiranku.
Ku dekap foto Ara erat-erat. Berharap dengan begitu aku dapat merasakannya lebih dekat denganku. Dan aku terus mendekapnya hingga aku tertidur. Begitulah selama tiga bulan ini aku mampu bertahan dalam penantianku.

*****

Akhirnya rangkaian Tour Asia Super Show Consert di mulai. Kami tampil di banyak negara di Asia. Dan konser kami sukses besar di semua negara yang kami datangi.
Berbeda dengan tour-tour yang pernah ada sebelumnya. Biasanya tour akan dibuka di negara asal. Tapi untuk Super Show ini, justru di tutup di negara asal kami, Korea Selatan.
Konser penutupan diadakan besar-besaran dengan panggung termegah yang pernah ada. Konser diadakan di Olympic Fencing Gymnasium, sebuah arena olah raga indoor yang berlokasi di Olympic Park, Seoul, Korea Selatan. Arena ini mampu menampung sekitar 6.341 orang. Dan panggung untuk konser ini di set sedemikian rupa agar semua member dapat menjamah seluruh penonton yang hadir. Alhasil, seluruh member harus mengerahkan tenaga lebih untuk mengelilingi panggung agar dapat langsung melakukan kontak dengan penonton.
Seperti rencana, dalam konser ini aku akan tampil solo dengan menyanyikan lagu My Everything. Menjelang penampilan soloku itu, tiba-tiba muncul perasaan yang aneh. Perasaan ini adalah perasaan yang dulu selalu muncul saat Ara ada di dekatku. Begitu nyaman dan tenang. Dan saat aku melangkah memasuki panggung, perasaan ini semakin kuat.
Kini aku berdiri di tengah-tengah panggung utama. Ku angkat mikrofon yang ku pegang dan ku dekatkan ke mulutku. Aku tahu di manapun Ara berada, dia pasti sedang melihatku. Ini saat terpenting dalam karirku dan Ara takkan melewatkan hal apapun yang penting dalam hidupku.
Seketika aku merasa ini kesempatan terakhir bagiku untuk dapat menemukannya. Jadi ku putuskan mengawali penampilanku untuk mengatakan tentang perasaanku padanya karena aku yakin saat ini dia sedang mendengarkanku.
“Aku persembahkan lagu ini untuk seseorang yang sangat penting dalam hidupku. Seseorang yang selama tujuh tahun ini selalu menyertaiku dalam setiap moment indah dalam hidupku. Seseorang yang selalu menemaniku dalam setiap keterpurukanku. Seseorang yang memberikan semua kebahagiaannya untukku dan mengambil semua kesedihanku untuk dirinya. Seseorang yang selalu mengangkatku saat terjatuh. Dan seseorang yang akan selalu aku cintai baik dimasa laluku, sekarang, dan juga masa depanku.
Aku yakin di manapun dia berada, dia sedang mendengarkanku. Kau adalah yang paling pantas berada di sisiku. Tak pernah ada orang lain yang bisa melakukan begitu banyak hal untukku, sebanyak yang telah kau lakukan. Tak ada pula orang yang bisa mencintaiku sebesar engkau mencintaiku. Karena itu izinkan aku mendampingimu di masa sulitmu seperti dulu kau mendampingiku di saat hidupku diambang kehancuran. Izinkan aku mewujudkan impian terbesar dalam hidupku. Memberikan semua kebahagiaan dalam hidupku kepadamu. Dan aku yakin aku dapat menemukanmu dengan hatiku.”
Kemudian denting piano mulai mengawali lagu My Everything.....

The loneloness of nights alone
The search for strength to carry on
My every hope has seemed to die
My eyes had no more tears to cry
Then like the sun shining up above
You surrounded me
With your endless love
Coz all the things I couldn’t see
Now so clear to me
...............................................

Aku mengelilingi panggung dan mencoba menyapa setiap penonton sampai akhirnya pandanganku tertuju pada satu titik. Dia berada di tengah-tengah penonton tepat di tribun di hadapanku. Dia duduk di atas kursi rodanya dan kepalanya tertunduk begitu dalam. Walau pun aku tak dapat melihat wajahnya, tapi aku tahu saat ini dia sedang menangis.
Perlahan aku berjalan mendekatinya. Sementara dia masih belum menyadari kehadiranku. Hingga saat aku berlutut di hadapannya dan kuulurkan tangan kananku kepadanya, barulah dia mengangkat wajahnya yang kini bersimbah dengan air mata.
Saat ini jarak antara kami begitu dekat, tapi aku masih belum berani menyentuhnya. Aku begitu berhati-hati, sebisa mungkin menjaga agar dia tidak merasa terdesak.
Dia tak juga menyambut tanganku yang kini terulur kepadanya. Dia hanya menatapku sambil menggeleng perlahan sebagai tanda penolakannya.
Ku tatap lekat-lekat wajahnya yang kini mengkilap karena air matanya yang terus mengalir. Sekuat tenaga ku tahan keinginan hatiku untuk memeluknya. Sementara mulutku tetap menyenandungkan syair lagu yang sedang kubawakan.
...................................................
You are my everything
Nothing your love won’t bring
My life is your alone
The only love I’ve ever known
Your spirit pulls me trough
When nothing else will do
Every night I pray
On bended knee
That you will always be
My everything
Oooh....my everything

Aku menyudahi nyanyianku dengan tetap berlutut di hadapannya. Suasana Olympic Fencing Gymnasium yang dipadati oleh ELF pun kini sunyi-senyap. Lebih dari 6.400 pasang mata sedang tertuju pada kami.
Aku masih tetap diam menunggu reaksinya. Tapi setelah lewat beberapa menit, Ara masih tak memberikan respon apapun. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menggenggam tangannya. Dia mencoba menjauhkan tangannya dari jangkauanku. Tapi tak banyak tenaga yang bisa dia kerahkan hingga sekarang aku berhasil menggenggam tangannya.
Aku meletakkan tangan kami di dadaku. Sementara Ara tetap menolak menatapku sehingga dia hanya menundukkan kepalanya.
“Ara, aku mohon jangan menolakku lagi. Aku sudah cukup menderita beberapa bulan ini. Dan aku yakin kaupun juga sangat menderita.” Aku memohon kepadanya.
“Apa kau belum juga menyadarinya? Berpisah bukan jalan yang terbaik untuk kita. Kita sudah mencobanya beberapa bulan ini. Apa kau lihat diantara kita ada yang bisa hidup dengan baik? Tidak Ara, beberapa bulan ini kita tidak hidup dengan baik. Tidak aku. Tidak juga kau. Kita sudah sangat menderita Ara. Aku... juga kau, Ara. Kita benar-benar sangat menderita.”
Ara tetap menunduk. Dan dia tetap tidak memberikan respon apapun.
Sekarang aku mulai merasa putus asa. Aku tak tahu harus mengatakan apa lagi padanya agar dia mengerti. Sebagai gantinya aku hanya bisa menangis.
Mendengar isakanku, akhirnya Ara mengangkat wajahnya dan menatap tepat ke mataku yang kini basah karena air mata..
“Saranghaeyo, Ara.... Saranghaeyo....Jeongmal sarangheyo,” ucapku sepenuh hati mencoba menggunakan kesempatan terakhirku untuk meluluhkan hatinya.
“Aku mohon, izinkanlah aku yang menjadi tongkatmu mulai detik ini,” ujarku sembari menatap wajahnya lekat-lekat.
Seketika dia langsung memelukku begitu erat. Air matanya yang dari tadi sudah mengalir kini semakin deras dan aku bisa merasakannya membasahi kaos putih yang ku kenakan. Beban berat yang menghimpitku selama ini serasa terangkat sudah. Dan untuk pertama kalinya, hari ini aku bisa bernapas lega.
Aku mendekapnya erat di dadaku. Ku biarkan dia menumpahkan semua sisa kesedihannya di sana.
Akhirnya setelah beberapa lama Ara menjauhkan tubuhnya dari dekapanku dan menatapku begitu lekat. Seluruh wajahnya kini bengkak karena terlalu banyak menangis. Akupun menatapnya dengan penuh kasih. “Ya Tuhan, aku tak tahu seberapa besar aku sudah merindukan wajah ini.”
“Mianhe, Oppa.... Mianhe.... Jeongmal mianhe. Aku sudah membuat Oppa sangat bersedih. Aku sudah begitu egois memaksakan kehendakku kepada Oppa. Aku hanya memikirkan bagaimana membuat hatiku merasa lebih tenang tanpa memikirkan perasaan Oppa. Aku ingin Oppa mendapatkan yang terbaik, tapi malah aku sendirilah yang memberikan yang terburuk untuk Oppa. Mianhe... Jeongmal mianhe,” ujarnya masih terisak.
Aku bangkit dan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Kemudian aku mencium setiap titik air mata yang mengalir di pipinya.
“Oppa senang gadis kesayangan oppa sudah kembali lagi seperti dulu. Semua ini takkan terulang lagi. Tidak akan ada lagi kesedihan dan perpisahan. Mulai hari ini kita akan selalu bersama.”
Dia hanya mengangguk. Kemudian aku menggendongnya. Mengangkat tubuhnya dari kursi rodanya. Ketika berdiri barulah aku menyadari bahwa Jun Pyo hyung sudah berdiri di sana sejak tadi. Dia tersenyum padaku dan aku membalas senyumannya.
Ku bawa Ara ke tengah-tengah panggung, tempat di mana semua member super junior sudah menantikan kami. Mereka semua menyambut kedatangan kami dengan senyuman bahagia. Seperti biasa Leeteuk hyung adalah orang yang hatinya sangat peka. Aku bisa melihat dia menghapus air matanya. Tapi bukan hanya dia yang mengangis. Hampir semua member lain juga menangis walaupun tidak separah Leeteuk Hyung. Hanya si cool Kibum dan si aneh Heechul hyung yang tidak menangis. Begitu pula dengan para penonton, suasana haru masih meliputi mereka saat aku dan Ara sudah di tengah-tengah panggung.
“Selamat datang kembali Ara,” ujar Heechul hyung sembari menggenggam tangan Ara dengan lembut.
“Cukhae hyung,” ujar Kibum sambil meremas bahuku.
“Gomawo,” jawabku sembari tersenyum kepada semua member.
Kemudian seorang security membawakan kursi roda ke atas panggung dan aku mendudukkan Ara di sana.
Sementara itu musik lagu “Miracle” yang akan menutup konser kali ini mulai terdengar dan semua member mulai berlarian menyebar menuju bagian-bagian panggung yang kosong.
Aku hanya berjongkok di hadapan Ara sambil terus menatapi wajahnya. Aku begitu merindukannya sampai aku tak sanggup beranjak dari sisinya. Sesekali aku memeluknya dan mencium puncak kepalanya.
Ketika lagu hampir habis, semua member berlarian kembali, berkumpul di dekat aku dan Ara. Dan sebagai ucapan terima kasih kepada para penggemar yang sudah mendukung kami selama ini, di akhir lagu aku dan seluruh member Super Junior membungukkan tubuh sedalam-dalamnya untuk menghormati mereka.
“Terima kasih kuucapkan kepada kalian semua. Berkat dukungan kalian sehingga kini aku dapat menemukan kembali orang yang sangat aku cintai. Senang sekali aku bisa membagi kebahagiaan ini kepada kalian semua,” ujarku kepada semua yang hadir di stadion ini.
“SARANGHAEYO....” Teriakanku membahana mengakhiri konser super show dan diikuti oleh semua member yang mengucapkan kata yang sama.
*****
Setahun kemudian....

Kini, aku sudah melewati setahun yang sangat membahagiakan setelah saat yang menyedihkan itu. Tentu saja bersama gadis yang sangat ku cintai dan bersama saudara-saudaraku di Super Junior. Masa-masa yang menyedihkan saat aku kehilangan Ara kini sudah ku kikis habis dari memoriku. Yang tertinggal hanyalah kenangan yang sangat membahagiakan bersamanya.
Hari ini adalah pernikahan kami. Seperti yang ku katakan saat wawancara di suatu stasiun televisi, bahwa aku siap menjadi seorang suami sekaligus seorang ayah di usiaku yang relatif masih muda seperti saat ini. Aku mewujudkannya sekarang. Dan aku memutuskan untuk menikahi satu-satunya gadis yang aku cintai sepanjang hidupku. Pernah merasakan kehilangannya selama beberapa bulan membuatku yakin bahwa aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya.
Pada awalnya aku bermaksud menjadikan Kibum dan Kyuhyun sebagai pendampingku saat pernikahan. Tapi ternyata rencana ini di tentang keras oleh ke sepuluh member yang lain.
“Kau tidak boleh hanya melibatkan Kyuhyun dan Kibum dalam pernikahanmu,” protes Heechul Hyung saat itu.
“Ya benar. Kita semua kan Super Junior. Itu berarti kita semua adalah satu keluarga. Dan kalau kami semua adalah keluargamu. Artinya kami semua harus terlibat aktif dalam pernikahanmu. Mana boleh kami hanya menjadi penonton saja,” ujar Siwon berapi-api yang langsung di sambut oleh koor persetujuan dari semua member yang lain.
Akhirnya karena aku tidak mau dimusuhi oleh mereka semua (karena mereka mengancam akan memusuhiku jika tidak melibatkan mereka), aku memutuskan, mereka semua akan menjadi pendampingku saat pernikahanku dan Ara. Dan ini akan menjadikanku satu-satunya pengantin pria yang memiliki pendamping terbanyak saat pernikahan.
Upacara pernikahan berlangsung dengan sangat lancar dan pestanya pun sangat meriah. Bagaimana tidak, empat belas member Super Junior (Henry dan Zou Mi khusus datang dari Cina) yang super heboh menghadiri pernikahanku.
Ara juga terlihat sangat cantik dalam balutan gaun pengantin putihnya yang sederhana tapi tetap tampak elegant di tubuhnya. Dia sudah cukup terbiasa mengenakan kaki palsunya sehingga dia sama sekali tak tampak seperti orang yang hanya memiliki satu kaki. Aku sendiri tak mampu memalingkan pandanganku dari wajahnya yang tampak bersinar karena bahagia. Bibirnya selalu tersenyum. Dan itu adalah senyum terindah yang pernah ku lihat seumur hidupku.
Potongan gambar-gambar saat pernikahan dan bulan madu kami akhirnya dijadikan MV lagu “My Everything” yang kunyanyikan sendiri. Dan lagu ini seketika menduduki tangga lagu teratas di Korea Selatan dan di beberapa negara asia lainnya.

THE END
By : bummie_viethree
Link FB gw

2 komentar:

bunga mengatakan...

wah...my everything udah masuk choaaaaa....
chingu mannasobangapsumnida ^_^

bunga mengatakan...

wah...my everything udah masuk choaaaaa....
chingu mannasobangapsumnida ^_^